Alienasi Posmodern, Destruksi Diri, Revolusi, dan Fight Club (Part.2)
- "You have to consider the possibility that God does not like you, never
wanted you, in all probability he hates you. It's not the worst thing
that could happen.”
- “Without pain, without sacrifice, we would have nothing.”
- “We're the middle children of history, man. No purpose or place. We have no Great War. No Great Depression. Our great war is a spiritual war. Our great depression is our lives. We've all been raised on television to believe that one day we'd all be millionaires, and movie gods, and rock stars, but we won't. ”
- "Listen up, maggots. You are not special. You are not a beautiful or unique snowflake. You're the same decaying organic matter as everything else."
(Tyler Durden, Fight Club)
Fight Club adalah juga tentang apa arti menjadi seorang lelaki yang melayani orang lain (sebagaimana kalau secara tradisional menjadi bagian perempuan) dan bagaimana beberapa orang laki-laki mengkonstruksi sendiri identitas dan arti dalam hidupnya. Bagaimana sekarang telah tak ada lagi batasan gender dalam menentukan bidang pekerjaan memang menjadi fakta yang melatar belakanginya, tapi film ini justru mengeksplorasi maskulinitas dari sisi lain. Ada sebuah scene penting dimana sang narator dan Tyler saling berbagi tentang bagaimana ayah mereka terasa jauh dan meninggalkan mereka. Ayah sang narator pergi meninggalkannya saat ia masih berusia sangat muda, menikahi perempuan lain dan memiliki anak darinya, dan hal tersebut diulanginya beberapa kali seperti sebuah franchise. Sementara menurut Tyler ayahnya tak pernah mampu memberikan jawaban atas serial pertanyaan seperti, “sekarang apa?” dan hanya pada akhirnya menyarankan untuk hidup seperti orang-orang lainnya. Di beberapa scene kemudian, saat Tyler menjadikan sang narator sebagai subyek pembakaran cairan kimia di tangannya, Tyler menanyakan satu hal kepada sang narator, “Bagaimana kalau Tuhan tidak menginginkanmu? Bagaimana kalau engkau adalah salah satu anak-anak yang tidak diinginkannya?” Disinilah poin jawaban dimana sebelumnya Tyler pernah menyatakan bahwa ayah adalah representasi Tuhan baginya, dan kini adalah bagaimana caranya hidup dalam kondisi tidak diinginkan oleh siapapun. Hal ini terngiang-ngiang kembali saat kepribadian Tyler nanti meninggalkan sang narator, dan sang narator bergumam, “Ayahku membuangku. Tyler membuangku.”
- “Without pain, without sacrifice, we would have nothing.”
- “We're the middle children of history, man. No purpose or place. We have no Great War. No Great Depression. Our great war is a spiritual war. Our great depression is our lives. We've all been raised on television to believe that one day we'd all be millionaires, and movie gods, and rock stars, but we won't. ”
- "Listen up, maggots. You are not special. You are not a beautiful or unique snowflake. You're the same decaying organic matter as everything else."
(Tyler Durden, Fight Club)
Fight Club adalah juga tentang apa arti menjadi seorang lelaki yang melayani orang lain (sebagaimana kalau secara tradisional menjadi bagian perempuan) dan bagaimana beberapa orang laki-laki mengkonstruksi sendiri identitas dan arti dalam hidupnya. Bagaimana sekarang telah tak ada lagi batasan gender dalam menentukan bidang pekerjaan memang menjadi fakta yang melatar belakanginya, tapi film ini justru mengeksplorasi maskulinitas dari sisi lain. Ada sebuah scene penting dimana sang narator dan Tyler saling berbagi tentang bagaimana ayah mereka terasa jauh dan meninggalkan mereka. Ayah sang narator pergi meninggalkannya saat ia masih berusia sangat muda, menikahi perempuan lain dan memiliki anak darinya, dan hal tersebut diulanginya beberapa kali seperti sebuah franchise. Sementara menurut Tyler ayahnya tak pernah mampu memberikan jawaban atas serial pertanyaan seperti, “sekarang apa?” dan hanya pada akhirnya menyarankan untuk hidup seperti orang-orang lainnya. Di beberapa scene kemudian, saat Tyler menjadikan sang narator sebagai subyek pembakaran cairan kimia di tangannya, Tyler menanyakan satu hal kepada sang narator, “Bagaimana kalau Tuhan tidak menginginkanmu? Bagaimana kalau engkau adalah salah satu anak-anak yang tidak diinginkannya?” Disinilah poin jawaban dimana sebelumnya Tyler pernah menyatakan bahwa ayah adalah representasi Tuhan baginya, dan kini adalah bagaimana caranya hidup dalam kondisi tidak diinginkan oleh siapapun. Hal ini terngiang-ngiang kembali saat kepribadian Tyler nanti meninggalkan sang narator, dan sang narator bergumam, “Ayahku membuangku. Tyler membuangku.”
Potensi lain yang menyoroti masalah maskulinitas, dimana identitas lelaki secara kontras (dan berpotensi menjadi sebuah harmoni) dengan perempuan sebagai partner hidup. Tyler berkata kepada sang narator, “Kita adalah generasi laki-laki yang dibesarkan oleh perempuan. Apakah kamu benar-benar berpikir bahwa perempuan adalah jawaban?” Dalam prospek pernikahan, dalam respon hipotetis atas pertanyaan Tyler “Sudah ini lalu apa?”, sang narator bergumam, “Bagaimana aku akan menikah? Aku lelaki berusia 30 tahun.” Tidak hanya sampai merasa bahwa Tyler adalah ancaman untuk Marla, sang narator mengambil langkah untuk melindunginya. Dan dalam momen terakhir film ini, ia menyadari bahwa ia adalah bagian dari hubungan antara Tyler dan Marla. Dan sebagai penjelasan, ia hanya berkata kepada Marla, “Engkau telah bertemu denganku dalam waktu yang paling aneh dalam hidupku.”
Masih berbicara mengenai konteks laki-laki dan perempuan dalam film ini, Marla adalah representasi ekstrim dari kecemasan perempuan-perempuan modern seiring dengan bertambahnya waktu, yang hanya menemui bahwa opsi-opsi hidup bagi mereka semakin sedikit. Rasanya tak adil apabila menyebut hubungan antara Tyler dan Marla sebagai sebuah hubungan cinta semenjak hubungan tersebut hanyalah sebatas seks, sesuatu yang oleh masyarakat kita rindukan sekaligus dikutuk seiring dengan meningkatnya kehamilan dini dan AIDS. (Walaupun kita juga tidak bisa menyebut film ini sebagai film yang seksual).
Kembali kepada scene saat Fight Club mulai menguat, tak lama kita akan menemukan bagaimana sang narator dan Tyler dengan menggunakan tongkat baseball menghancurkan mobil-mobil di pinggir jalan, mobil-mobil yang tak akan pernah mereka miliki. Mereka juga mencuri lemak-lemak dari sebuah klinik sedot lemak, dimana hanya orang-orang kayalah yang mampu membayar operasi tersebut. Tyler dan sang narator mencuri lemak ini dan mengolahnya menjadi sabun, yang dengan kata lain mereka menjual kembali kepada orang-orang kaya tersebut sesuatu untuk membersihkan diri mereka sendiri.
Segera, Fight Club membesar lebih daripada yang dibayangkan oleh sang narator sebelumnya dan menjadikan Tyler Durden sebagai legenda. Narator juga kemudian berkata bahwa Fight Club tak cukup lagi memadai. Sebagai responnya, Tyler memutuskan, “Ini saatnya untuk mengeksplorasi taktik.” Dalam poin ini, narator mengungkapkan kebenciannya tentang bagaimana generasi kita harus membersihkan bumi setelah generasi lain mengotorinya dan menuntut kita untuk membayarnya. Dalam buku, Tyler berkata, “Program daur-ulang dan pembatasan kecepatan adalah sebuah kebohongan belaka. Hal tersebut cuma seperti orang-orang yang berhenti merokok saat kematian sudah begitu dekat.”
Kejadian tersebut juga ditandai oleh keputusan sang narator untuk keluar dari pekerjaannya. Sebelum ia mengancam bossnya untuk memberinya gaji tetap walaupun tak perlu bekerja lagi di perusahaan tersebut hanya dengan bargain bahwa ia dapat membocorkan malpraktek perusahaan, sang narator mengirimkan e-mail berisi haiku kepada beberapa rekan kerjanya, yang berisi:
The worker bees can leave
The drones can fly away
The queen is their slave
Implikasinya adalah bahwa mereka, orang-orang yang berada di kelas atas dalam masyarakat adalah justru budak-budak bagi mereka yang termasuk dalam kelas pelayan, dimana Tyler, sang narator dan mereka para pengikutnya adalah bagian di dalamnya. Menarik, karena ada sebuah novel berjudul Alias Grace, karya Margaret Atwood, juga pernah menyoroti masalah ini sebelumnya. Dalam novel tersebut diungkapkan sebuah ide dimana kelas atas adalah justru mereka yang kekanak-kanakkan, tidak mandiri dan lemah. Tanpa kelas lain yang melayaninya, mereka justru akan seperti seorang anak kecil yang belum mampu berjalan yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Ada sebuah kecenderungan penghinaan terhadap mereka yang kelas sosialnya lebih tinggi dan di saat yang sama adalah sebuah pembenaran atas tindak parasitisme terhadap mereka. Ini juga dikatakan oleh Tyler saat ia membuat sabun dari lemak para perempuan kaya dan menjualnya kembali di toko-toko yang “chic”. Ia memberi penekanan pada “menjual kembali lemak mereka pada para perempuan kaya.”
Part 1
Part 3
0 komentar :
Posting Komentar